November 28, 2010

That Should Be Me III

“Baiklah.” Martha meraih gagang pintu lemari esnya, kemudian aku lihat dia mengeluarkan kentang, bawang bombay, udang, dan daun yang kubenci seumur hidupku yang bahkan namanya aku tak tahu. Martha membawa semua bahan itu kedapur utama, dan melambaikan tangan pertanda aku harus berbaur dengannya. Aku pergi mengambil pisau dapur dan meraih kentang yang ada disamping Martha. Semua bahan kami olah, kemudian masakan lezat itu siap kami santap. Kami mebawa peralatan makan dan sup tadi kemeja makan, dan menyantapnya. Sup ini lezat sampai-sampai aku tersedak, untung Martha sudah menyiapkan air putih disampingku. Setelah selesai makan, aku menemani Martha membereskan semuanya.


“Honey, aku masih belum mengerti dengan kata-katamu Jumat lalu. Kau tahu, tentang Archie.”
Martha tersenyum, “oh itu. Dia sering bercerita tentang dirimu padaku.”
“Maksudmu?” potongku.

“Dia menyukaimu, dia bilang dia tertarik padamu sejak dia melihatmu sering ber-samaku. Sungguh konyol, untung bukan aku. Karena dia kawan baikku sejak masih kecil,”. Martha tertawa halus. Aku tahu dia pasti takut mengalami kisah cinta seperti difilm-film. Sebuah kisah cinta yang berawal dari persahabatan sejak kecil, dan pada akhirnya berujung perjodohan ketika mereka dewasa.

“Oh begitu,” entah mengapa tiba-tiba hatiku luluh, rasanya aku ingin melayang. Padahal aku tidak begitu senang mendengar kabar ini. “Kalau sudah tahu begini, menurutmu aku harus bagaimana?”
“Diam dan selalu periksa handphonemu kalau-kalau si jangkung itu mulai meng-hubungimu. Dia juga bilang padaku, dia akan menghubungimu mulai hari ini. Tapi katanya dia malu, huh sungguh payah”.
Aku tak menyimak kata-kata Martha bagian terakhir. Kuraih ponselku yang berada disaku belakang celana jeansku. Tak ada apa-apa, hanya fotoku berdua dengan Martha terpampang dilayarnya. Martha tertawa, “Kenapa? Bersabarlah.”
“Tak apa-apa. Hanya saja tadi aku merasa ponselku bergetar, silent,” jawabku.
***
(to be continued)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar